Jumat, 19 Februari 2010

Tugas Bahasa Indonesia (softskill)

1. Mengapa saya harus belajar Bahasa Indonesia.?
Karena Bahasa Indonesia itu Merupakan bahasa Nasional yang wajib Dipelajari oleh seluruh warga Indonesia, dengan belajar bahasa Indonesia kita dapat berkomunikasi dengan baik dan benar sesuai dengan kaidah-kaidah yang telah ada dalam pelajaran Bahasa Indonesia tersebut. Kita juga dapat menggunakan Bahasa Indonesia yang formal jika sudah bekerja dan membuat surat-surat resmi ke orang atau perusahaan, serta melakukan presentasi didepan orang banyak baru dirasakan manfaat berbahasa Indonesia yang baik dan benar.
Indonesia terdiri dari beribu pulau,,bermacam-macam adat istiadat,,bermacam-macam bahasa daerah, tetapi Berkomunikasi dengan Bahasa Indonesia bisa berfungsi sebagai pemersatu kita dengan warga lain dari perbedaan suku. Pengajaran bahasa dan sastra Indonesia, untuk meningkatkan keterampilan berbahasa, juga untuk meningkatkan kemampuan berpikir dan kemampuan memperluas wawasan.


2. Softskill apa yang saya butuhkan?
Dalam kehidupan ini kita harus memiliki kemampuan dalam berkomunikasi dengan bahasa yang baik agar dapat bekerja sama dalam tim. Pemikiran yang dewasa juga dapat membuat suatu keputusan bisa di pertimbangkan, meskipun dengan berbagai pendapat tetapi dengan pemikiran yang dewasa ini bisa teratasi tanpa adanya emosi. Selain itu kita harus berwawasan luas juga, agar dapat melihat bayangan kedepannya dengan memperkirakan segalanya dari positif dan negatifnya tindakan yang kita lakukan

Kamis, 18 Februari 2010

ANALISIS SISTEM INFORMASI HUKUM LITBANG PERTANIAN

Untuk maksud pengembangan aplikasi Sistem Informasi (Sisfo). Hukum Litbang Pertanian, pada tahap awal perlu dikukan analisis sistem untuk maksud pengembangan dan perancangan lebih lanjut. Sebagai landasan teori, menurut Alan L Eliason terdapat lima bagian analisis sistem, yaitu : (1) pendefinisian proyek pengembangan sistem, (2) analisis kebutuhan (requirement analysis), mempelajari cara pemrosesan data dan informasi yang berlangsung saat ini sampai pendefinisian lojik persyaratan pemrosesan, (3) spesifikasi data, mengatur data terkoleksi secara sistimatis, (4) evaluasi dan validasi rancangan lojik (logical design) apakah cara proses perlu diubah dan bagaimana caranya, dan (5) perancangan lojik, membuat rancangan lojik, mendefinisikan sistem, dan mengindikasikan bagian mana yang perlu dimodifikasi.

Untuk melakukan analisis kebutuhan/ persyaratan sistem, pemrosesan data yang sedang berlangsung saat ini sepenuhnya masih Informatika Pertanian Volume 17 No. 1, 2008 1137 berlangsung secara manual, berasal dari dokumen dan salinan dalambentuk hardcopy dari keputusan dan peraturan perundang-undangan yang telah diterbitkan. Dokumen tersebut sebagian sudah dalam bentuk himpunan baik yang disusun oleh Biro Hukum dan Humas Sekretariat Jenderal Departemen Pertanian maupun Badan Litbang Pertanian. Dari himpunan dokumen tersebut, terdapat beberapa elemen data yang dapat digunakan sebagai data dasar untuk membangun database hukum dan perundang-undangan litbang pertanian. Beberapa elemen data dimaksud meliputi : nomor, tanggal, dan perihal dari peraturan perundang-undangan mulai tingkat Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan/Keputusan Presiden, Peraturan/Keputusan Menteri, sampai Keputusan Kepala Badan Litbang Pertanian yang telah disahkan dan diterbitkan. Elemen data masih dapat diperluas lagi meliputi data yang diperoleh dari dokumen kasus pemberian bantuan dan pertimbangan hukum di lingkungan Departemen Pertanian. Hanya perlu diingat bahwa terhadap data dan informasi menyangkut masalah pemberian bantuan dan pertimbangan hukum yang biasanya bersifat rahasia, dalam sistem perlu difasilitasi dengan pengamanan untuk akses data dan informasi secara terbatas guna menghindari dampak berupa penuntutan oleh pihak yang merasa dirugikan. Dengan demikian, sistem informasi yang akan dikembangkan adalah suatu
sistem yang mendokumentasikan informasi terkait perundangan dan hukum litbang pertanian. Sistem harus dapat diakses dengan cepat dan mudah. Sistem juga akan difasilitasi dengan pengaturan hak akses. Pihak pengguna yang akan memanfaatkan sistem informasi hukum dan dokumen peraturan perundang-undangan meliputi pejabat yang terkait dengan penetapan keputusan, pelaksana yang terkait dengan penyusunan peraturan perundang-undangan dan yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian kuasa hukum, serta pihak masyarakat luas selaku stakeholders maupun beneficiaries yang merasakan dampak dari berbagai keputusan yang ditetapkan oleh pejabat pemerintah.

Untuk mendukung implementasi Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Nasional sebagaimana diamanatkan dalam Keppres No. 91 Tahun 1999 tersebut, Sisfo Hukum Litbang Pertanian perlu dirancang dapat terhubungkan dan diintegrasikan dengan Sisfo Hukum di tingkat Biro Hukum Deptan sebagai Anggota Jaringan Nasional.

Sistem Informasi Peraturan Perundang-undangan

Sistem informasi dapat diartikan sebagai suatu sistem yang di dalamnya terdapat suatu proses yang saling berkaitan dalam mengolah kumpulan data menjadi suatu informasi sehingga dapat dimanfaatkan oleh pengguna (user) sebagai sumber informasi dalam membantu yang bersangkutan untuk pengambilan keputusan atau menyelesaikan suatu persoalan/pekerjaan. Dari asumsi tersebut dan dalam praktiknya sistem informasi selalu dikonotasikan sebagai suatu sistem jaringan yang menggunakan teknologi yang canggih.


Sistem Informasi Peraturan Perundang-undangan merupakan suatu sistem yang diciptakan sebagai sarana atau sumber informasi peraturan perundang-undangan yang bermanfaat bagi para perancang dalam penyusunan peraturan perundang-undangan dan bagi masyarakat yang ingin mengetahui informasi hukum dan peraturan perundang-undangan. Pada kenyataannya sistem informasi peraturan perundang-undangan yang ada belum secara maksimal dapat dimanfaatkan oleh para perancang peraturan perundang-undangan dalam menunjang pekerjaannya, hal tersebut disebabkan oleh berbagai faktor antara lain tingkat kemampuan dan kemauan perancang dalam pemanfaatan sistem informasi yang masih kurang, terbatasnya sarana dan prasarana, dan belum adanya sistem informasi peraturan perundang-undangan yang standar akurasi dan validitas datanya dapat dipertanggungjawabkan.


Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan di dalam Pasal 51 dan Pasal 42-nya menyatakan:

  • Pemerintah mempunyai kewajiban untuk menyebarluaskan Peraturan Perundang-undangan yang telah diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia atau Berita Negara Republik Indonesia.
  • Pemerintah Daerah mempunyai kewajiban untuk menyebarluaskan Peraturan Daerah yang telah diundangkan dalam Lembaran Daerah dan peraturan di bawahnya yang telah diundangkan dalam Berita Daerah.

Sebagai tindak lanjut dari Pasal 51 dan Pasal 52 tersebut, pada tanggal 25 Januari 2007 Pemerintah telah menetapkan Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pengesahan, Pengundangan, dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-Undangan yang mengatur lebih rinci pelaksanaan Pasal 51 dan Pasal 52.

Pasal 32 Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2007 menyebutkan bahwa dalam rangka penyebarluasan melalui media elektronik Sekretariat Negara, Sekretariat Kabinet, sekretariat Lembaga, dan sekretariat Kementerian/ sekretariat Lembaga, serta Sekretariat Daerah menyelenggarakan sistem informasi peraturan perundang-undangan , dengan ketentuan:

  1. Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet, menyelenggarakan sistem informasi peraturan perundang-undangan yang disahkan atau ditetapkan oleh Presiden; dan
  2. Sekretariat Lembaga, Sekretariat Kementerian, dan Sekretariat Daerah menyelenggarakan sistem informasi peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Pimpinan Lembaga, Menteri, dan Kepala Daerah yang bersangkutan.

Dari ketentuan tersebut jelas bahwa tanggung jawab penyediaan sistem informasi peraturan perundang-undangan menjadi tanggung jawab Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet untuk peraturan perundang-undangan yang ditandatangani oleh Presiden dan Sekretariat Lembaga, Sekretariat Kementerian, dan Sekretariat Daerah untuk peraturan perundang-undangan yang ditandatangani oleh Pimpinan lembaga masing-masing.

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Presiden Nomor 1 tahun 2007, dapat dikatakan bahwa Pasal 32 tersebut belum memuat adanya visi untuk membuat suatu sistem informasi peraturan perundang-undangan dalam satu kesatuan database yang terintegrasi di dalam satu sistem yang utuh (tidak persial). Walaupun untuk sebuah sistem berbasis internet hal tersebut bukan lah menjadi suatu hal yang sulit untuk dilakukan, karena dapat saja dibuat tautan (link) antar instansi dan lain sebagainya.


http://www.djpp.depkumham.go.id/index.php/jurnal-legislasi/68-pemanfaatan-sistem-informasi-bagi-perancang-peraturan-perundang-undangan

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

Pemanfaatan Teknologi Informasi, media, dan komunikasi telah mengubah baik perilaku masyarakat maupun peradaban manusia secara global. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah pula menyebabkan hubungan dunia menjadi tanpa batas (borderless) dan menyebabkan perubahan sosial, ekonomi, dan budaya secara signifikan berlangsung demikian cepat. Teknologi Informasi saat ini menjadi pedang bermata dua karena selain memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan, dan peradaban manusia, sekaligus menjadi sarana efektif perbuatan melawan hukum.
Saat ini telah lahir suatu rezim hukum baru yang dikenal dengan hukum siber atau hukum telematika. Hukum siber atau cyber law, secara internasional digunakan untuk istilah hukum yang terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi. Demikian pula, hukum telematika yang merupakan perwujudan dari konvergensi hukum telekomunikasi, hukum media, dan hukum informatika. Istilah lain yang juga digunakan adalah hukum teknologi informasi (law of information technology), hukum dunia maya (virtual world law), dan hukum mayantara. Istilah-istilah tersebut lahir mengingat kegiatan yang dilakukan melalui jaringan sistem komputer dan sistem komunikasi baik dalam lingkup lokal maupun global (Internet) dengan memanfaatkan teknologi informasi berbasis sistem komputer yang merupakan sistem elektronik yang dapat dilihat secara virtual. Permasalahan hukum yang seringkali dihadapi adalah ketika terkait dengan penyampaian informasi, komunikasi, dan/atau transaksi secara elektronik, khususnya dalam hal pembuktian dan hal yang terkait dengan perbuatan hukum yang dilaksanakan melalui sistem elektronik.
Yang dimaksud dengan sistem elektronik adalah sistem komputer dalam arti luas, yang tidak hanya mencakup perangkat keras dan perangkat lunak komputer, tetapi juga mencakup jaringan telekomunikasi dan/atau sistem komunikasi elektronik. Perangkat lunak atau program komputer adalah sekumpulan instruksi yang diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode, skema, ataupun bentuk lain, yang apabila digabungkan dengan media yang dapat dibaca dengan komputer akan mampu membuat komputer bekerja untuk melakukan fungsi khusus atau untuk mencapai hasil yang khusus, termasuk persiapan dalam merancang instruksi tersebut.
Sistem elektronik juga digunakan untuk menjelaskan keberadaan sistem informasi yang merupakan penerapan teknologi informasi yang berbasis jaringan telekomunikasi dan media elektronik, yang berfungsi merancang, memproses, menganalisis, menampilkan, dan mengirimkan atau menyebarkan informasi elektronik. Sistem informasi secara teknis dan manajemen sebenarnya adalah perwujudan penerapan produk teknologi informasi ke dalam suatu bentuk organisasi dan manajemen sesuai dengan karakteristik kebutuhan pada organisasi tersebut dan sesuai dengan tujuan peruntukannya. Pada sisi yang lain, sistem informasi secara teknis dan fungsional adalah keterpaduan sistem antara manusia dan mesin yang mencakup komponen perangkat keras, perangkat lunak, prosedur, sumber daya manusia, dan substansi informasi yang dalam pemanfaatannya mencakup fungsi input, process, output, storage, dan communication.
Sehubungan dengan itu, dunia hukum sebenarnya sudah sejak lama memperluas penafsiran asas dan normanya ketika menghadapi persoalan kebendaan yang tidak berwujud, misalnya dalam kasus pencurian listrik sebagai perbuatan pidana. Dalam kenyataan kegiatan siber tidak lagi sederhana karena kegiatannya tidak lagi dibatasi oleh teritori suatu negara, yang mudah diakses kapan pun dan dari mana pun. Kerugian dapat terjadi baik pada pelaku transaksi maupun pada orang lain yang tidak pernah melakukan transaksi, misalnya pencurian dana kartu kredit melalui pembelanjaan di Internet. Di samping itu, pembuktian merupakan faktor yang sangat penting, mengingat informasi elektronik bukan saja belum terakomodasi dalam sistem hukum acara Indonesia secara komprehensif, melainkan juga ternyata sangat rentan untuk diubah, disadap, dipalsukan, dan dikirim ke berbagai penjuru dunia dalam waktu hitungan detik. Dengan demikian, dampak yang diakibatkannya pun bisa demikian kompleks dan rumit.
Permasalahan yang lebih luas terjadi pada bidang keperdataan karena transaksi elektronik untuk kegiatan perdagangan melalui sistem elektronik (electronic commerce) telah menjadi bagian dari perniagaan nasional dan internasional. Kenyataan ini menunjukkan bahwa konvergensi di bidang teknologi informasi, media, dan informatika (telematika) berkembang terus tanpa dapat dibendung, seiring dengan ditemukannya perkembangan baru di bidang teknologi informasi, media, dan komunikasi.
Kegiatan melalui media sistem elektronik, yang disebut juga ruang siber (cyber space), meskipun bersifat virtual dapat dikategorikan sebagai tindakan atau perbuatan hukum yang nyata. Secara yuridis kegiatan pada ruang siber tidak dapat didekati dengan ukuran dan kualifikasi hukum konvensional saja sebab jika cara ini yang ditempuh akan terlalu banyak kesulitan dan hal yang lolos dari pemberlakuan hukum. Kegiatan dalam ruang siber adalah kegiatan virtual yang berdampak sangat nyata meskipun alat buktinya bersifat elektronik.
Dengan demikian, subjek pelakunya harus dikualifikasikan pula sebagai Orang yang telah melakukan perbuatan hukum secara nyata. Dalam kegiatan e-commerce antara lain dikenal adanya dokumen elektronik yang kedudukannya disetarakan dengan dokumen yang dibuat di atas kertas.
Berkaitan dengan hal itu, perlu diperhatikan sisi keamanan dan kepastian hukum dalam pemanfaatan teknologi informasi, media, dan komunikasi agar dapat berkembang secara optimal. Oleh karena itu, terdapat tiga pendekatan untuk menjaga keamanan di cyber space, yaitu pendekatan aspek hukum, aspek teknologi, aspek sosial, budaya, dan etika. Untuk mengatasi gangguan keamanan dalam penyelenggaraan sistem secara elektronik, pendekatan hukum bersifat mutlak karena tanpa kepastian hukum, persoalan pemanfaatan teknologi informasi menjadi tidak optimal.

Pasal 9
Yang dimaksud dengan "informasi yang lengkap dan benar" meliputi:
a. informasi yang memuat identitas serta status subjek hukum dan kompetensinya, baik sebagai produsen, pemasok, penyelenggara maupun perantara;
b. informasi lain yang menjelaskan hal tertentu yang menjadi syarat sahnya perjanjian serta menjelaskan barang dan/atau jasa yang ditawarkan, seperti nama, alamat, dan deskripsi barang/jasa.

Pasal 17
Ayat (1)
Undang-Undang ini memberikan peluang terhadap pemanfaatan Teknologi Informasi oleh penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat.
Pemanfaatan Teknologi Informasi harus dilakukan secara baik, bijaksana, bertanggung jawab, efektif, dan efisien agar dapat diperoleh manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat.

Penegakan hukum adalah bagian dari seluruh akitivitas kehidupan yang pada hakikatnya merupakan interaksi antara berbagai perilaku manusia yang mewakili kepentingan-kepentingan yang berbeda dalam bingkai aturan yang telah disepakati bersama dalam suatu peraturan yang berlaku, baik secara tertulis maupun tidak tertulis. Pengaturan bersama secara tertulis yang tertuang dalam suatu produk perundang-undangan dimaksudkan dalam rangka mengatur tata kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara agar lebih tertib dan berkepastian hukum.

NAMA DOMAIN, HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL,DAN PERLINDUNGAN HAK PRIBADI

Pasal 23
(1) Setiap penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat berhak memiliki Nama Domain berdasarkan prinsip pendaftar pertama.
(2) Pemilikan dan penggunaan Nama Domain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didasarkan pada iktikad baik, tidak melanggar prinsip persaingan usaha secara sehat, dan tidak melanggar hak Orang lain.
(3) Setiap penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, atau masyarakat yang dirugikan karena penggunaan Nama Domain secara tanpa hak oleh Orang lain, berhak mengajukan gugatan pembatalan Nama Domain dimaksud.

Pasal 24
(1) Pengelola Nama Domain adalah Pemerintah dan/atau masyarakat.
(2) Dalam hal terjadi perselisihan pengelolaan Nama Domain oleh masyarakat, Pemerintah berhak mengambil alih sementara pengelolaan Nama Domain yang diperselisihkan.
(3) Pengelola Nama Domain yang berada di luar wilayah Indonesia dan Nama Domain yang diregistrasinya diakui keberadaannya sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan Nama Domain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 25
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang disusun menjadi karya intelektual, situs internet, dan karya intelektual yang ada di dalamnya dilindungi sebagai Hak Kekayaan Intelektual berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Pasal 26
(1) Kecuali ditentukan lain oleh Peraturan Perundang-undangan, penggunaan setiap informasi melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan Orang yang bersangkutan.
(2) Setiap Orang yang dilanggar haknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengajukan gugatan atas kerugian yang ditimbulkan berdasarkan Undang-Undang ini.

http://www.legalitas.org/incl-php/buka.php?d=2000+8&f=UU11-2008.htm